“Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyamnbtu aku.” (Mazmur 27:10)
Setelah hampir menyelesaikan pembelajaran di sebuah lembaga pendidikan, saya dihadapkan dengan sebuah pilihan. Ke mana saya selanjutnya harus pergi? Waktu itu direktur sekolah saya menunggu jawaban dari saya dan teman seangkatan saya karena sekolah saya adalah sekolah yang mengharuskan para siswanya langsung terjun ke bidangnya paling lambat dua bulan sebelum wisuda. Bukanlah suatu hal yang mudah bagi saya dalam menghadapi saat seperti itu. Jangankan saat berdoa, mengingat akan hal itu saja saya akan menangis. Saya menangis saat duduk, makan, bangun dan tidur. Saat itu saya juga jauh dari orang tua dan tidak mudah untuk menghubungi mereka yang berada di daerah. “Saya ingin bercerita kepada mama”, jerit hati saya. Saya mau tahu apa keinginan ibu saya atas masa depan saya. Di saat-saat yang seperti itulah Tuhan mengundang saya untuk berbicara kepada-Nya. Saya dapat merasakan betapa lebih besar rindu-Nya untuk saya bercerita kepada-Nya daripada keinginan saya untuk cerita kepada mama saya. Saat seperti itu saya merasakan Tuhan ingin memeluk saya. Segera saya berlutut dan berdoa. Saya bisa merasakan sambutan-Nya dan pelukan-Nya. Saya menangis di kaki-Nya dan menumpahkan segala kegelisahan saya dalam doa.
Friend, Tuhan yang kita sembah bukanlah Tuhan yang tuli sehingga Dia tidak mendengar seruan kita dan bukan Tuhan yang buta sehingga Dia tidak dapat melihat apa yang kita alami. Dia bahkan juga tahu apa isi doa kita sebelum kita bicara dan Dia tahu masalah kita sebelum kita mengalaminya.
Tuhan ingin kita meluangkan waktu untuk kita berbicara kepada-Nya sebab kita adalah anak-Nya, anak yang dikasihi. Di saat itulah Tuhan akan berbicara kepada kita dan memberikan yang terbaik bagi kita.